12/23/2008

"All About We"

BETAPA indahnya kebersamaan karena Allah, persaudaraan karena keimanan kita. Tali yang mengikat kita adalah kesatuan pemahaman dan kesamaan tujuan. Kebersamaan ini, yang pernah disinggung dalam beberapa sabda Rasulullah saw. Bahwa setiap Muslim yang mengikhlaskan kecintaannya kepada saudaranya karena Allah, tanpa alasan lainnya, maka ia akan memperoleh pahala agung dan keridhaan dari-Nya. Allah Maha Besar…. Bagi-Nya segala puji syukur sepenuh langit dan bumi, yang menuntun kita hingga di sini, sampai saat ini.

Saudaraku,
Dengarkanlah hadits-hadits dari kekasih Allah swt berikut ini, "Sesungguhnya Allah berfirman di hari kiamat, "Di mana orang-orang yang saling mencintai karena Keagungan-Ku? Hari ini Aku naungi mereka dengan naungan-Ku di saat tak ada naungan lain kecuali naunganKu" (HR Muslim). Pada kesempatan lain, Rasul saw mengatakan, "Barangsiapa yang ingin mencicipi manisnya keimanan, hendaklah ia mencintai seseorang, yang tidak ia cintai kecuali karena Allah." (HR. Ahmad).
Dan dalam haditsnya yang lain beliau bersabda, "Tidaklah seorang hamba Allah mencintai hamba Allah karena Allah, kecuali ia akan dimuliakan oleh Allah." Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang mendapat naunganNya di hari itu….
Jangan bosan dan jangan berhenti untuk terus membersihkan diri, karena sebenarnya, di sanalah inti kekuatan ikatan kebersamaan kita. Kekotoran hati akan membuat kebersamaan kita menjadi gersang dan mudah tersulut. Sementara kebersihan hati membuat kebersamaan ini menjadi sejuk dan semakin kuat.

Saudaraku,
Mari bersihkan diri dengan bertaubat. Amatilah sebagian pelajaran yang disampaikan Ibnu Hajar Al Asqalani, dalam kitab Al Isti’dad Liyaumil Ma’ad tentang 10 sikap yang harus dilakukan seorang yang bertaubat. Yaitu mengucapkan istighfar secara lisan, menyesali perbuatan dosa di dalam hati, memutuskan prilaku dosa dari badan, bertekad untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan, mencintai akhirat, membenci dunia, sedikit bicara, sedikit makan dan minum untuk menggali ilmu, banyak beribadah, dan sedikit tidur.
Menurut Imam Ibnu Hajar, empat sikap pertama, yakni mengucapkan istighfar secara lisan, menyesali perbuatan dosa di dalam hati, memutuskan prilaku dosa dari badan, bertekad untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan, merupakan syarat yang harus dilakukan oleh siapa pun yang bertaubat.
Sedangkan sikap kelima dan keenam, yakni cinta akhirat dan membenci dunia adalah hasil yang wajar dan buah dari taubat yang bersih dan tulus kepada Allah. "Orang yang bertaubat dengan benar kepada Allah adalah orang yang menggantungkan hatinya pada Ar-Rahman dan Pemberi Nikmat yang tak pernah terlintas dalam pikiran manusia. Karena itulah orang yang bertaubat pasti zuhud terhadap dunia. Ia takkan bisa tertipu lagi seperti sebelumnya. Ia tidak bersedih jika ditinggalkan dunia dan tidak gembira jika didatangi oleh dunia. Ini disebabkan dominannya perasaan tergantung pada akhirat dalam hatinya," demikian urai Ibnu Hajar.
Sikap ketujuh, bukan berarti diam dan bisu lalu tak berhubungan dengan manusia. Tapi maksudnya adalah sangat hati-hati dalam melakukan apa pun yang dikeluarkan dan dimasukkan melalui mulut orang yang bertaubat tidak akan berbicara kecuali bila pembicaraannya bisa menjadikannya diridhai Ar-Rahman dan ia sangat takut kepada Allah setelah bertaubat. Ibnu Hajar mengatakan, "Ia mungkin akan lebih banyak berdzikir yang bisa mendatangkan cinta Allah karena ia merasa tidak punya waktu cukup untuk membicarakan selain-Nya."
Sikap kedelapan dan kesembilan, yaitu sedikit makan dan minum serta banyak beribadah, sikap yang saling terkait. Sedikit makan dan minum adalah ciri perhatian orang yang memperhatikan kesehatan tubuhnya. Ia tahu bahwa orang yang sakit takkan mampu melakukan ibadah. Makanan adalah salah satu sebab yang banyak menimbulkan sakit, dan bila dilakukan tanpa kontrol akan mengurangi semangat beribadah.
Sikap yang terakhir, sedikit tidur, adalah karena orang yang bertaubat merasakan waktunya sangat sedikit dan usianya tidak panjang. Terlalu banyak waktu yang terbuang untuk memperbanyak tidur. “Mereka adalah orang yang berpikir akan memerangi tidur sejauh yang ia mampu melakukannya kemudian menyibukkan diri dengan memperbanyak amal ihadah dan taqarrub kepada Allah." jelas Imam Ibnu Hajar. Adakah kita termasuk orang yang memiliki sikap-sikap pelaku taubat sejati seperti dijelaskan Imam Ibnu Hajar?

Saudaraku,
Imam Ibnul Qayyim rohimahullahi pernah menyebutkan, ada orang yang diberikan Allah surga di dunia kemudian ia memiliki simpanan kenikmatan surga di akhirat. Mereka disebut oleh Ibnul Qayyim sebagai raja akhirat dan orang yang paling bahagia di dunia. "Mereka orang-orang yang hatinya memandang kefakiran menjadi kekayaan bersama Allah. Memandang kekayaan sebagai kefakiran tanpa Allah. Memandang kemuliaan menjadi kehinaan tanpa Allah. Memandang kehinaan menjadi kemuliaan bersama Allah. Memandang siksaan sebagai kenikmatan bersama Allah. Ia tak melihat kehidupan sebagai kebaikan, kecuali dengan bersama Allah.
Sebaliknya, hidup menjadi kematian, kesedihan, kesengsaraan dan kegelisahan selama tidak bersama Allah. Itulah orang-orang yang mendapatkan dua surga. Surga dunia yang didahulukan, dan surga hari kiamat di akhirat."
Ya Allah, saksikan kebersamaan kami bersama-Mu dijalan ini. Kuatkan kami untuk tidak bercerai-berai saat mengalami kelapangan dan kesenangan. Satukan kami ketika menghadapi kesempitan dan kesulitan. Kami ingin memiliki sifat seperti yang diucapkan utusan-Mu, pemimpin kami, Rasulullah saw, "Selama Engkau tidak murka kepadaku, aku takkan pernah peduli apa pun yang aku alami." (rew)

Tidak ada komentar: