12/08/2008

Diadili, Terdakwa Proyek PBA Tetap Tahanan Kota

DEWI fortuna sepertinya memang berada di kubu enam terdakwa proyek Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Dinas PU Provinsi Bengkulu. Bagaimana tidak, setelah melalui beberapa proses hukum dan kemarin keenamnya diadili satu per satu di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, mereka tetap aman dari jeruji besi Lapas Kelas II A Bengkulu. Setelah ditetapkan menjadi tahanan kota oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) beberapa waktu lalu, kemarin Majelis Hakim PN Bengkulu diketuai Susanto SH dengan anggota Wuryanta SH dan Mas'ud SH tetap mempertahankan status penahanan keenam terdakwa dugaan korupsi senilai Rp 7,8 M itu. Berikut alasan Ka Humas PN Bengkulu Mas'ud SH untuk tetap mempertahankan status keenamnya menjadi tahanan kota.
Soal penahanan itu kan memang wewenang penuh kita sebagai majelis hakim. Karena selama ini kita menilai keenamnya kooperatif dan sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tahanan kota, jadi tak ada salahnya juga kita tetap mempertahankan status penahanan tersebut. Namun jika dalam perjalanannya nanti kita merasa perlu melakukan penahanan, tentu saja hal itu akan dilakukan, jelas Mas'ud.
Namun terlepas dari keberuntungan itu, kemarin enam terdakwa yang terdiri dari Kadis PU Ir Zulkarnain Mu'in MM, Bendahara Dinas PU Nurmalia SSos, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Sofyan Ilyas BE, Asisten Umum Proyek PBA Yean Calvin SSos dan dua kontraktor proyek, Drs Syarifuddin serta Cici Ahwanto dihadapkan JPU ke hadapan majelis hakim PN Bengkulu secara bergantian. Keenam terdakwa tersebut diajukan JPU Yeni Puspita SH MH, Wenharnol SH, Agus Irawan SH, Alamsyah SH, Albert Hondro SH MH dan Supriyanto SH dalam 5 berkas perkara terpisah.
Pantauan BE di PN Bengkulu kemarin, sidang pertama yang dilakukan terhadap keenam terdakwa tersebut mendudukkan Nurmalia sebagai terdakwa. Sidang yang dimulai sekitar pukul 11.15 WIB tersebut, berjalan cukup tegang. Nurmalia yang didampingi kuasa hukumnya Humisar Tambunan SH dan Sirait SH tampak cermat memperhatikan kalimat demi kalimat surat dakwaan yang dibacakan JPU secara bergantian.
Dalam dakwaan JPU, perbuatan Nurmalia bersama-sama dengan Kadis PU Provinsi Zulkarnain Mu'in telah bertentangan dengan perundang-undangan, memperkaya orang lain dan mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 2.712.084.489,00. Baik Nurmalia maupun Zulkarnain Mu'in dalam dakwaan primair dijerat dengan Pasal 2 (1) UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan pada dakwaan Subsidair, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Adapun perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan dengan cara, pada tahun 2007 terdapat proyek PBA yang dananya bersumber dari APBD Provinsi dari pos belanja tak terduga senilai Rp 7,8 M lebih. Tanggal 23 Mei 2007, sesuai dengan SP2D No 1326/019/LS/2007 dana tersebut kemudian dicairkan secara keseluruhan.
Setelah dana dicairkan, Zulkarnain Mu'in kemudian memerintahkan Yean Calvin untuk memasukkan dana tersebut ke rekening Dinas PU Nomor 001.01.02.01298-2 pada Bank Bengkulu. Sedangkan pencairan dana tersebut dilakukan dengan ditandatanganinya kwitansi pembayaran oleh Zulkarnain Mu'in dan Nurmalia.
Di sisi lain, dalam pelaksanaan pekerjaan sebelum penandatanganan kontrak kerja para kontraktor pelaksana yang terdiri dari 12 kontraktor melakukan pengerjaan proyek atas dasar Surat Perintah Pekerjaan (SPK) sementara tanggal 27 Februari 2007 yang ditandatangani Zulkarnain Mu'in. Sedangkan dalam perjalanan pengerjaan itu diawasi dan volume pengerjaannya dihitung oleh Sofyan Ilyas dan Yean Calvin dengan cara meninjau langsung ke lapangan.
Dalam perjalanannya, atas dasar tanda tangan Zulkarnain Mu'in dan Nurmalia, uang tersebut digunakan tidak sesuai dengan peruntukan dan pembayaran kepada kontraktor tidak dilakukan sepenuhnya. Dengan rincian, uang yang dibayarkan kepada 12 kontraktor sebesar Rp 4.211.453.693 dan yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya senilai Rp 3,6 M. Selain itu, Rp 25 juta digunakan untuk operasional proyek.
Menariknya, pada rincian dana pengeluaran yang tidak sesuai dengan peruntukkan, jaksa tidak menyebutkan nama jelas dan uang tersebut digunakan untuk apa. Dari tiga item pengeluaran tidak sesuai dengan peruntukan, jaksa hanya menyebutkan nama satu orang yang menerima uang itu. Orang yang dimaksud adalah Arief Rianto dengan nominal uang Rp 250 juta. Namun lagi-lagi dalam surat dakwaan jaksa tidak menyebutkan apa peruntukan sebenarnya uang sebesar itu. Lebih ironis lagi, Arief Rianto tidak pernah diperiksa terkait penerimaan uang itu. Sedangkan dua item pengeluaran yang dicairkan tidak sesuai dengan peruntukkannya yakni senilai Rp 3 M dan Rp 350 juta. Ketiga item itu dicairkan pada 24 Mei 2007 dan dicairkan Nurmalia.
Usai pembacaan dakwaan terhadap Nurmalia, Humisar Tambunan SH selaku kuasa hukum Nurmalia menyatakan eksepsi. Rencananya, sidang lanjutan akan dilanjutkan Rabu (10/12) mendatang.

Dibentak Hakim
Setelah JPU usai membacakan surat dakwaan Nurmalia, kemudian sidang dilanjutkan dengan menghadirkan terdakwa Kadis PU Ir Zulkarnain Mu'in. Hampir sama dengan dakwaan Nurmalia, Zulkarnain Mu'in didakwa juga telah melakukan upaya melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam UU Tipikor.
Menariknya, saat JPU membacakan surat dakwaannya, Ketua Majelis Hakim Susanto SH sempat membentak Zulkarnain Mu'in karena duduk dengan posisi kaki yang kurang sopan. Spontan saja bentakan hakim ini membuat Zulkarnain Mu'in menjadi sedikit terkejut dan memperbaiki posisi duduk.
Di sisi lain, sebelum memulai persidangan dengan terdakwa Zulkarnain Mu'in tersebut, majelis hakim sempat meragukan surat penasihat hukum dari Kadis PU tersebut. Soalnya, pengacara bernama Lita Sundari SH itu diketahui menggunakan kartu KAI (Kongres Advokat Indonesia), bukan seperti advokat lainnya yang menggunakan kartu Peradi. Selain menggunakan kartu KAI, Lita Sundari juga diketahui merupakan kuasa hukum Zulkarnain Mu'in, Sapuandani SH MHum.
Karena Pak Sapuandani berhalangan hadir, saya yang menggantikan Pak Hakim, kata Lita Sundari. Karena terdakwa tidak keberatan, sidang akhirnya dapat dimulai dan Lita Sundari tetap bisa mendampingi Zulkarnain Mu'in.
Selanjutnya, usai pembacaan dakwaan terhadap Kadis PU, satu per satu terdakwa dari kontraktor yakni Drs Syarifuddin dan Cici Ahwanto langsung disidangkan dengan agenda pembacaan dakwaan secara bergantian. Berbeda dengan Zulkarnain Mu'in, Nurmalia, Sofyan Ilyas dan Yean Calvin, terdakwa Drs Syarifuddin didakwa hanya merugikan negara sebesar Rp 572 juta lebih. Sedangkan kerugian negara yang diakibatkan atas perbuatan Cici Ahwanto senilai Rp 341 juta lebih.
Dalam dakwaan primair, kedua kontraktor ini dijerat dengan Pasal Pasal 2 (1) UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Sementara pada dakwaan Subsidair kedua terdakwa yang diajukan terpisah ini dijerat dengan Pasal 9 UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Di sisi lain, usai pembacaan surat dakwaan terhadap kedua kontraktor tersebut secara bergantian, JPU kemudian langsung membacakan surat dakwaan Sofyan Ilyas dan Yean Calvin yang diajukan dalam satu berkas. Keduanya didakwa telah melakukan upaya korupsi dengan cara tidak menjalankan tugas sebagaimana tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 (1) UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan pada dakwaan kedua, 2 PNS PU ini dijerat dengan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Rancu
Ada statemen menarik yang dilontarkan Humisar Tambunan SH ketika usai mendampingi Nurmalia di ruang sidang. Menurut Humisar, tindakan jaksa yang menetapkan kerugian negara sebesar Rp 2,7 M tersebut tidaklah mendasar. Sebab sesuai dengan rincian yang dikemukakan JPU, uang yang dipergunakan bukan untuk urusan proyek saja mencapai Rp 3,6 M. Belum lagi kerugian negara yang diakibatkan oleh pemotongan dan beberapa item penyimpangan lainnya. Jadi sangat tidak mungkin kerugian negaranya hanya Rp 2,7 M. Dari mana menghitungnya?, tanya Humisar menghardik.
Atas dasar itu pula, menurut Humisar dia memutuskan untuk melakukan eksepsi. Sebab menurut saya dakwaan JPU tak jelas. Kerugian negaranya rancu dan terkesan membohongi publik, tandasnya. Dia juga meminta kepada majelis hakim untuk mencermati dakwaan JPU tersebut. Sebab menurutnya, selain tentang kerugian negara juga ditemukan beberapa item yang dianggap tidak jelas. Orang yang mengambil uang Rp 3 M saja sampai sekarang tidak tahu. Lalu apa kerja jaksa? dan Rp 3 M tersebut tidak ditetapkan sebagai kerugian negara. Bukankah terlepas telah dikembalikan atau belum uang tersebut, hitungannya tetap tindak pidana korupsi dan termasuk kerugian negara? tandasnya.
Dia juga menyesalkan sikap penyidik yang terkesan kurang serius mengusut aliran dana Rp 3 M tersebut. Saya menganggap Rp 3,6 M yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya itu jatah preman. Tugas jaksa semestinya mengejar siapa preman itu. Bukan malah dibiarkan dan menyerahkan kepada Polda untuk mengusutnya, katanya.
Lagi pula, menurut Humisar, temuan soal raibnya Rp 3 M dana PBA dari rekening Dinas PU itu diketahui pertama kali oleh penyidik Kejati. Jadi sangat ironis jika hal itu tidak diusut tuntas. Harusnya malu lah sama Polda. Masa mereka (Kejati) yang menemukan tapi Polda yang meneruskan. Apakah penyidik Kejati memang tidak mampu lagi?, kata Humisar. (010)
(Bengkulu Ekspress, 04 Desember)

Tidak ada komentar: