12/15/2008

Ungkap Penilep Rp 3 M Proyek PBA, Tugas Hakim!

SETELAH sempat dinilai gagal mendudukkan pelaku penilepan Rp 3 M proyek Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Dinas PU Provinsi Bengkulu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui tanggapan eksepsinya kemarin menganggap hal itu merupakan tugas Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu dalam hal ini Majelis Hakim (MH) yang mengadili perkara dalam kasus dugaan korupsi proyek senilai Rp 7,8 M tersebut. "Identitas detail terkait pelaku penerima dan pencairan uang Rp 3 M lebih dari proyek PBA yang digunakan bukan untuk kepentingan proyek tersebut, bukanlah merupakan sesuatu yang bisa dianggap prinsip. Sebab menurutnya, surat dakwaan tak lebih merupakan surat atau akta yang dibuat dari hasil penyidikan. Selanjutnya, hal itu nantinya akan dijadikan dasar bagi majelis hakim untuk mengungkap fakta sebenarnya," kata salah seorang JPU yang menangani berkas perkara Nurmalia S.Sos, Alamsyah SH. Dengan demikian, lanjutnya, surat dakwaan tidak harus menyebutkan semua fakta dan keadaan. Namun cukuplah dengan menyebutkan dengan bagaimana cara perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa.
Masih dalam tanggapan eksepsi terdakwa Nurmalia, Alamsyah juga membantah kalau surat dakwaan pihaknya dinilai penasihat hukum (PH) terdakwa tidak cermat. Bahkan menurutnya, surat dakwaan JPU tidak bisa dimasukkan dalam kategori sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Selain itu, terkait disebutkannya nama Arief Rianto dalam surat dakwaan sebagai penerima uang Rp 250 juta dan yang bersangkutan tidak diperiksa sebagai saksi, menurut Alamsyah hal itu sudah diuraikan pihaknya berdasarkan penyidikan yang telah dilakukan.
Di sisi lain, mengenai adanya kesan rancu terhadap hitungan kerugian negara yang ditetapkan pihak BPKP Provinsi Bengkulu, menurutnya hal itu tidak usah mereka tanggapi. Sebab dalam surat dakwaan, pihaknya sudah menguraikan secara cermat berdasarkan hitungan dan rumus sah yang dimiliki pihak BPKP. Apalagi menurut Alamsyah, jumlah kerugian negara tersebut belumlah final dan akan kembali dibuktikan di Pengadilan Negeri Bengkulu.
Sementara itu, JPU Albert Hondro SH MH dan Samsir Siregar SH ketika menanggapi eksepsi terdakwa Drs Syarifuddin dan Cici Ahwanto menilai, penilaian kuasa hukum terdakwa yang menyatakan kalau surat dakwaannya tidak lengkap merupakan sesuatu yang tidaklah mendasar. Sebab, data-data yang dicantumkan dalam surat dakwaan merupakan fakta yang diperoleh dari penyidikan.
Terkait dengan pengerjaan proyek, menurutnya sepanjang tidak dilakukannya proses lelang sebagaimana dimaksud dalam Keppres No 80 Tahun 2003 Pasal 17 ayat (1) dan (2), terdakwa selaku pengusaha patut menduga dan mengetahui pekerjaan yang diserahkan kepadanya berupa paket pengadaan pemasangan bronjong.
Selain itu, penerapan Pasal 55 ayat (1) KUHP dalam berkas perkara Drs Syarifuddin menurut Albert Hondro, sudah tepat. Sebab menurutnya, tindakan yang dilakukan Syarifuddin yang menandatangani buku kontrak, kwitansi dan berita pembayaran dengan cara membengkakkan nilai kontrak atau tidak sesuai dengan kontrak, merupakan suatu tindakan pidana yang telah dilakukan secara bersama-sama. Menariknya, terkait dengan penerapan Pasal 55 KUHP ini, JPU sempat menganjurkan kepada kuasa hukum terdakwa Syarifuddin untuk kembali memahami dengan membaca buku-buku tentang hukum.

Tertunda
Sementara itu, pembacaan tanggapan eksepsi Kadis PU Ir Zulkarnain Muin yang dibacakan JPU Alamsyah SH dan Yeni Puspita SH MH kemarin sempat tertunda. Hal ini disebabkan karena kuasa hukum sah Kadis PU Provinsi, Sapuandani SH MHum tersebut berhalangan hadir. Sehingga, Zulkarnain Mu'in hanya didampingi asisten Sapuandani, Sundari SH. Karena yang bersangkutan beracara dengan menggunakan kartu KAI, Majelis Hakim PN Bengkulu yang diketuai Susanto SH dengan anggota Wuryanta SH dan Mas'ud SH pun tidak mengizinkannya. "Silakan panggil kuasa hukumnya yang sah dulu. Kami tidak mau menerima kuasa hukum yang belum sah keberadaannya," ketus Susanto bernada sedikit tinggi. Atas permintaan hakim, kemudian Sapuandani yang mengaku sudah mendatangi PN Bengkulu sejak pukul 09.00 WIB kemarin pun akhirnya kembali lagi ke PN Bengkulu untuk mendampingi kliennya. "Tadi saya sudah datang sejak pukul 09.00 WIB. Tapi karena belum ada tanda-tanda akan dimulai sidang, jadi saya kembali dulu ke kampus (Unihaz, red). Mengingat juga banyak yang harus dikerjakan di kampus," katanya. Terlepas hal itu, persidangan dengan agenda pembacaan tanggapan JPU terhadap eksepsi kuasa hukum Zulkarnain Mu'in kemarin, sempat tertunda sekitar 20 menit.
Usai tanggapan JPU atas semua eksepsi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek PBA dibacakan, Majelis Hakim PN Bengkulu kemudian menunda acara persidangan dan akan dilanjutkan, Kamis (18/12) mendatang dengan agenda putusan sela. Seperti apakah putusan majelis hakim?
Hingga kemarin, Ketua PN Bengkulu Susanto SH melalui Ka Humas Mas'ud SH MH mengaku masih akan mempertimbangkannya terlebih dahulu. Pihaknya, dalam hal ini majelis hakim akan melakukan sidang majelis untuk memutuskan terkait akankah kasus tersebut akan dilanjutkan, atau bahkan berkasnya akan dikembalikan lagi kepada JPU untuk diperbaiki. (rew)

Tidak ada komentar: