5/11/2009

Tanpa Kunjungan Pejabat, Apalagi Bantuan


Ketika Musibah Banjir Datang Usai Pemilu

MUSIBAH banjir di Desa Batik Nau Kecamatan Batik Nau, Bengkulu Utara (BU) sekitar 5 bulan lalu mungkin masih melekat di hati warga setempat. Bagaimana tidak, mulai dari pejabat Pemkab sampai anggota dewan pada waktu itu berdatangan dan memberikan bantuan demi bantuan kepada korban banjir. Namun lain halnya dengan banjir yang terjadi kemarin, walaupun berada pada TKP (tempat kejadian perkara) yang sama namun banjir kali ini tanpa kunjungan pejabat. Bagaimana tanggapan dan apa yang ada di benak warga dengan kondisi itu? Berikut laporannya;

RAMA DIANDRI, Batik Nau

SEKITAR pukul 01.00 WIB dini hari kemarin, Amirullah, 61 tahun, warga Desa Batik Nau mengaku sudah tak bisa tidur. Hujan deras mengguyur desanya sudah menjadi sebuah pengalaman pertanda akan terjadi banjir. “Saya sibuk memperhatikan gerak air. Ketika air sudah mulai merembes ke teras rumah, saya segera membuka kandang kambing dan ayam. Karena memang sudah pengalaman, setiap hujan deras desa kami selalu terkena banjir,” ceritanya.

Selang sekitar 3 jam usai dia membuka kandang kambing miliknya, dugaan Amirullah pun benar adanya. Air dari dua sungai yang menghimpit desa mereka langsung meluap dan perlahan nyaris menenggelamkan rumahnya. Tak hanya Amirullah, kondisi itu juga membuat anggota keluarga dan beberapa tetangganya yang lain ikut dikagetkan dengan luapan air tersebut. Bahkan beberapa warga tak menyangka air akan secepat itu nyaris menenggelamkan rumah mereka. “Awalnya air hanya sebatas lutut. Tapi kemudian langsung tinggi hingga mencapai ukuran dada orang dewasa,” ujar Amirullah.

Amirullah mengaku, tak ada kambing miliknya yang mati akibat tergenang air. Namun tak urung, beberapa ekor ayam dan peralatan rumah tangga miliknya rusak, hanyut terbawa arus. “Untung TV langsung saya naikkan ke plafon. Sedangkan peralatan rumah tangga lain seperti piring dan lainnya, hancur. Belum lagi beberapa ekor ayam kami juga mati,” ungkapnya.

Lain Amirullah, lain pula yang dialami Wadi’in, pria yang berumur sekitar 45 tahun ini mengaku televisi dan beberapa perabot rumah tangganya luluh-lantak akibat terbawa arus dan terendam. Bahkan padi di sawah miliknya pun terancam gagal panen akibat genangan air. “Bagaimana tidak, padi kami baru mau menguning. Tiba-tiba banjir datang. Saya tak yakin jika kami masih bisa memanen hasil jerih payah kami itu,” ujar Wadi’in mengiba. Terlebih, lanjutnya, hingga kemarin istrinya masih di Kota Bengkulu. Sehingga untuk mengangkut perabot rumah tangga dan menyelamatkannya dari jeratan banjir, hal itu sudah tak memungkinkan lagi. “Air sudah terlanjur merendam rumah kami. Sedangkan istri dan anak-anak saya sedang pergi ke rumah saudara di Kota Bengkulu. Saya tak sempat menyelamatkan barang apa pun. Televisi hingga saat ini pun masih terendam,” ujarnya ketika ditemui sekitar pukul 12.30 WIB kemarin.

Di sisi lain, baik Wadi’in maupun Amirullah mengaku hingga sore kamarin belum ada satu orang pejabat dari Arga Makmur datang melihat kondisi mereka. “Jangankan bantuan, datang dan melihat kondisi kami pun tidak. Ada dari pihak kecamatan yang katanya mau mengecek, tapi ya itu,” ujarnya tanpa melanjutkan pembicaraan.

Diakui keduanya, kondisi ini sangat kontras dengan banjir yang terjadi sekitar 5 bulan lalu. Hanya saja, di satu sisi mereka juga sadar. Sebab saat banjir waktu itu, tak lama lagi musim kampanye pun tiba. Namun berbeda dengan saat ini, ketika Pileg sudah rampung dilakukan. “Walaupun kami tidak memvonis seperti itu, tapi tak dapat dipungkiri. Hal ini benar-benar terjadi. Lihat saja saat banjir kali ini, belum ada satu pun pejabat yang datang, jangankan memberikan bantuan,” tandasnya. (**)

Tidak ada komentar: