1/24/2010

Temaram Bulan Cassanova

*Rama Diandri

"Kau haus?" tawarku...
Seketika kau langsung ambilkan seloki black label untuk sedikit membasahi kerongkongan. Begitulah caramu melayaniku. Tak haus pun, kau selalu menawarkan kesegaran. Begitu juga dengan kehangatan saat dingin malam mulai menusuk pori.
"Abisin minumnya ya Bang," ujarmu kemudian menawarkan dan langsung mengambil gelas penuh buih, bak debur ombak di pantai perawan. Sesekali kepalamu kau sandarkan tepat di bahuku. Kau begitu manja, tak juga hilang ku merinding ketika kau mulai berbisik mesra sembari menghembuskan nafas tepat di telinga. hmm.. Semua terasa indah.
Basa-basimu cukup klasik. Kau menanyakan nama, sesaat kemudian aku pun balik tanya. Namun namamu tak begitu jelas di telinga. Bagiku, bukanlah hal penting yang mesti kuingat hingga kemudian berlabuh pada titik jenuh. Yang pasti, malam ini kau milikku, begitu juga sebaliknya.
DJ mulai memainkan musik, menari, menata gerak dan berusaha tak kaku. Kau menggodaku, lagi-lagi dengan ajakan tangan nakalmu. Awalnya aku tak tergoda, tapi kulihat kau begitu mesra. Naluriku bangkit hingga kemudian membiarkan tangan dan kaki bergerak mengiringi dentuman bass yang semakin asyik. Mari kawan, alunkan nada, goyangkan kaki dan mainkan tangan terampil... hehe.. Semakin asyik, godekan kepalamu diiringi alkohol. Aku tersenyum, mencoba menahan geli, tapi tetap menikmati. Berkali-kali hal itu kita lakukan. Naik turun lantai, hingga kemudian keringat bercucuran.
Kau tampak letih, terduduk lesu di kursi abu. Ketika aku menghampiri, lagi-lagi kau menunjukkan sikap manja dan menyandarkan kepala tepat di bahuku. Kali ini semakin dekat, kepalamu mulai menyentuh dada. Sesekali tanganmu kau mainkan, hanya sekedar untuk menggenggam jemariku yang mulai basah. "Bang, entar kalau ke sini lagi biar aku aja yang temani ya," lirihmu seiring manja.
Aku mencoba mengiyakan, dengan penuh harap kau pun kemudian tersenyum lega. Jujur, saat itu aku mencoba untuk lebih menggali apa sebenarnya yang membuatmu jatuh dalam pelukan laki-laki seperti aku, dan mungkin aku aku yang lain. Namun ternyata kau cukup jujur, tanpa ditanya kau pun menjelaskan kalau menemani laki-laki sepertiku kau hanya diupah sebesar Rp 40 ribu rupiah. "Untung kalau ada yang ngasih sebagai angpao Bang. Kalau tidak, hanya itu yang aku dapatkan bekerja semalaman," ujarmu lagi. Aku semakin terenyuh, apalagi ketika melihat terampilnya tangan-tangan nakal laki-laki lain yang mencoba menggerayangi masing-masing teman perempuannya.
"Disini aku baru. Belum banyak teman. Aku sempat berhenti dari dunia malam, tapi kebutuhan kemudian menuntut aku untuk kembali ke jalan ini," kenangmu dengan kepala masih berada tepat di dadaku. Sesaat aku sebenarnya sesak, namun ku biarkan kau bermanja-manja. "Toh setelah ini entah kapan kita akan bertemu lagi," pikirku.
Tiupan angin malam pantai semakin kencang. Sementara semakin dini, kau semakin larut dan jatuh ke pelukan. Kembali ku biarkan ketika kau ingin melayani menghidupkan sebatang rokok. Hisapan rokok itu kau rasakan dalam, setelah kemudian batang rokok itu pun kau berikan padaku. "Kau tipe cewek setia," pujiku. Mendengar ucapan itu kau hanya terkekeh. Entah apa pikiranmu saat itu, menganggap aku polos, atau justru tak mempercayai ucapanku. "Hahahaha... Abang ada-ada aja sih. Masa cewek sepertiku dibilang setia, baru kali ini aku mendengar ungkapan lelaki kepadaku," katanya dengan tawa menggoda.
Tapi apakah kau tau ungkapan aku itu jujur? Ah, tak penting! Yang pasti aku merasa semua manusia itu punya naluri, begitu juga denganmu. Terlepas kemudian kau memilih jalan ini, aku yakin jika ada pekerjaan lebih baik, kau akan lebih memilihnya dibanding digerayangi setiap laki-laki datang, sepertihalnya denganku.
Keringat di lehermu masih lembab. Kau coba untuk menyekanya dengan selembar tisu. Tak berapa lama, kau langsung memberikan permen kepadaku setelah sebelumnya kau rasakan permen itu pada lidah basahmu. "Biar nafas tak bau alkohol Bang," katamu sembari tersenyum. Aku menyambut permen itu untuk memasukkan sendiri butiran putih itu ke mulutku. Tapi segera kau menjauhkan tanganmu dari rengkuhanku. Oh.. kau bermaksud memasukkan permen itu tepat ke lidahku.. hmm.. Lagi-lagi aku memujimu.. "Kau perempuan setia," kataku dalam hati kali ini.
Aku mencoba melirik beberapa temanku yang mulai asyik dengan masing-masing teman wanita yang dipesannya. Aku pun tak kuat menahan kekeh, ketika salah seorang teman yang datang bersamaan denganku tadi berusaha untuk merangkul teman wanitanya. Sesaat kemudian wanita itu menolak, dan temanku tadi pun hanya bisa mengelus dada.. hehe.. Lucu saat itu. Tapi sejurus kemudian perempuan tadi menjatuhkan diri tepat juga di dada temanku. "Hahay..!" teriakku dalam hati. Padahal, teman yang satu ini awalnya cukup anti dengan dunia-dunia seperti ini. Tapi mungkin ketika telah dihadapkan dengan hal-hal menarik, naluri lelaki mana yang tidak tergoda.

***

Semakin malam, bahkan sudah pagi. Jadi ingat lagunya Doel Sumbang. Kalaupun teman wanita di sampingku ini bernama Ema, tentu aku akan menyanyi.. "Geura Balik Silaing Ema.. Hayam jalu geus kongkorongok.." hehe..
Semakin dingin, dan persediaan pun semakin menipis. Bersegera salah seorang temanku tersadar dan mengajak kami pulang. Sebelumnya, ku selipkan beberapa lembar uang Rp 50 ribuan untuk teman kencanku tadi. "Senang bersamamu," ucapku sembari memberikan lembaran rupiah. Kau tampak sumringah dan aku pun kembali terenyuh..
"Semoga kau dapatkan pekerjaan lebih baik," ucapku dalam hati dan meninggalkan dentuman bass, riuh suara genit juga polos wajah 20 tahunmu. Setidaknya, hadirmu kali ini membuktikan kalau malam tak selamanya gelap.
Semakin jauh, wajahmu pun hilang seiring temaram bulan cassanova. (**)

Bengkulu, 18 Januari 2010
*Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan tempat dan kejadian semata-mata hanya kebetulan.