Tampilkan postingan dengan label Feature. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Feature. Tampilkan semua postingan

5/15/2009

Ratusan Petani Penuhi Lapas Arga Makmur

PENAHANAN terhadap lima aktivis PKBHB dan STaB, memancing reaksi solidaritas kerabat, sahabat, kolega dan bahkan ratusan petani Bengkulu Utara. Tak heran, dengan diterimanya informasi terkait penahanan kelima tersangka tersebut, sejak kemarin pagi Lapas Arga Makmur dipenuhi ratusan pembesuk kelima tersangka. Bagaimana ceritanya?

RAMA DIANDRI, Arga Makmur

USIN Abdisyah Putra Sembiring SH, Dediyanto SPt, Tugiran SPd, Budi Syahroni SKM dan Marhendi SH ketika ditemui koran ini kemarin tampak tetap segar walau raut haru tetap menyelimuti. Ketika menyapa beberapa kerabat dan para petani yang datang bergantian, mereka tetap bisa memberikan semangat lebih dan menguatkan para petani agar tetap melaju pada trek kebenaran. Begitu juga sebaliknya, para pembesuk tampak juga menenangkan kelimanya agar bisa tawakal menjalani hidup.

“Ini pengalaman pertama bagi kami. Tadi malam, kami menikmati malam pertama kami. Tapi ya itu, malam pertamanya tak seperti malam pengantin,” kata Dediyanto yang kemudian diiringi tawa rekannya Budi Syahroni.

Diungkapkan pria yang akrab disapa Dedi ini, ternyata di dalam Lapas Arga Makmur baik pegawai Lapas maupun warga binaan ada orang-orang mereka. Ini artinya, menjalani hari-hari di Lapas Arga Makmur bukanlah merupakan sesuatu yang bisa dianggap menyempitkan hati. “Terus terang, ini benar-benar jadi pengalaman bagi kami. Tadi malam, bahkan kami sempat berdiskusi dengan kawan-kawan petani yang ternyata tersandung kasus lain. Setelah bertemu, kami bisa sharing. Begitu pun dengan pegawai Lapas,” ujarnya.

Terkait dengan kasus yang tengah mereka hadapi, sama halnya dengan yang diungkapkan kuasa hukumnya, Agustam Rahman, peta kasus sudah benar-benar jelas. Sehingga mereka tak ragu lagi untuk menentukan langkah. “Petanya sudah jelas, kita dizolimi. Bahkan penahanan yang dilakukan di luar konteks kasus yang tengah kita hadapi,” tutur Dedi.

Sementara itu, Usin Abdisyah Putra mengungkapkan, pasca ditahannya mereka, kendali PKBHB dan STaB dia mandatkan kepada Agustam Rahman yang juga merupakan kuasa hukumnya. Dengan demikian, PKBHB dan STaB akan tetap eksis dan berjalan sebagaimana biasanya. “Kepada kawan-kawan petani, kami mengharapkan agar tetap tenang dengan musibah ini. Semuanya pasti ada jalan keluar. Betapa pun itu berat, kita yakin kita berjalan pada trek yang benar. Bukan kesalahan yang kita bela,” tandasnya. Tindak lanjut mandat yang diberikan tersebut, Agustam kemudian juga memandatkan khusus Perkumpulan Kantor Bantuan Hukum Arga Makmur (PKBHA) akan dikendalikan oleh Eka Septo.

Pantauan Radar Utara, selain ratusan petani tampak juga beberapa rekan kelima tersangka yang ikut membesuk ke Lapas Arga Makmur kemarin. Diantaranya, Direktur Kabahil Centre, Discoman Andalas dan beberapa kawan-kawan NGO lainnya. Tak ketinggalan, beberapa keluarga kelima aktivis tersebut juga ikut memenuhi aula Lapas Arga Makmur. Ada juga anggota KPU Bengkulu Selatan (BS) yang sengaja datang untuk membesuk kelimanya. Bahkan hingga tadi malam, ratusan petani pun tetap tampak ramai mengunjungi Kantor PKBHA di Arga Makmur. Baik petani dari Giri Mulya, Putri Hijau dan dari kabupaten lain pun ikut datang menunjukkan solidaritas mereka.

Sempat Diancam
Di sisi lain, kepada RU kemarin Dediyanto menjelaskan, sekitar 6 bulan lalu tepatnya tanggal 17 Oktober 2008 saat dia dan teman-temannya sedang merancang untuk melakukan aksi demo menuntut penahanan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin, dia sempat menerima SMS (short message service) dari nomor tak dikenal yang berisi ancaman yang melarang untuk melakukan aksi demonstrasi. “Dalam isi SMS itu saya mau dikarungi apabila tetap melakukan demo. Sampai saat ini SMS nya masih saya simpan dan sampai saat ini pula saya tidak mengetahui siapa sebenarnya peneror itu,” ungkapnya sembari menunjukkan isi SMS tersebut.

Apakah menyesal telah mengurus petani TCSSP?
Baik Dedi, Tugiran, Usin, Budi dan Marhen, kelimanya mengaku ikhlas telah membantu petani dalam menghadapi beberapa kasus selama ini. “Tuduhan yang diberikan kepada kami yakni menggelapkan uang petani jelas tak masuk akal. Bahkan laporan petani pun sudah dicabut. Seperti kita ketahui, petani yang melapor pun sebenarnya dijebak dan dibawa oknum ke Polda yang sebelumnya diiming-imingi untuk bertemu dengan Gubernur Bengkulu,” jelasnya. Bahkan lanjut Dedi, sedikit atau banyak justru uang pribadi mereka yang terkadang sengaja dikorbankan untuk mengurus petani. “Tapi inilah resiko perjuangan. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita. Kami ikhlas dan tak kapok membantu para petani,” katanya. (**)

5/11/2009

Tanpa Kunjungan Pejabat, Apalagi Bantuan


Ketika Musibah Banjir Datang Usai Pemilu

MUSIBAH banjir di Desa Batik Nau Kecamatan Batik Nau, Bengkulu Utara (BU) sekitar 5 bulan lalu mungkin masih melekat di hati warga setempat. Bagaimana tidak, mulai dari pejabat Pemkab sampai anggota dewan pada waktu itu berdatangan dan memberikan bantuan demi bantuan kepada korban banjir. Namun lain halnya dengan banjir yang terjadi kemarin, walaupun berada pada TKP (tempat kejadian perkara) yang sama namun banjir kali ini tanpa kunjungan pejabat. Bagaimana tanggapan dan apa yang ada di benak warga dengan kondisi itu? Berikut laporannya;

RAMA DIANDRI, Batik Nau

SEKITAR pukul 01.00 WIB dini hari kemarin, Amirullah, 61 tahun, warga Desa Batik Nau mengaku sudah tak bisa tidur. Hujan deras mengguyur desanya sudah menjadi sebuah pengalaman pertanda akan terjadi banjir. “Saya sibuk memperhatikan gerak air. Ketika air sudah mulai merembes ke teras rumah, saya segera membuka kandang kambing dan ayam. Karena memang sudah pengalaman, setiap hujan deras desa kami selalu terkena banjir,” ceritanya.

Selang sekitar 3 jam usai dia membuka kandang kambing miliknya, dugaan Amirullah pun benar adanya. Air dari dua sungai yang menghimpit desa mereka langsung meluap dan perlahan nyaris menenggelamkan rumahnya. Tak hanya Amirullah, kondisi itu juga membuat anggota keluarga dan beberapa tetangganya yang lain ikut dikagetkan dengan luapan air tersebut. Bahkan beberapa warga tak menyangka air akan secepat itu nyaris menenggelamkan rumah mereka. “Awalnya air hanya sebatas lutut. Tapi kemudian langsung tinggi hingga mencapai ukuran dada orang dewasa,” ujar Amirullah.

Amirullah mengaku, tak ada kambing miliknya yang mati akibat tergenang air. Namun tak urung, beberapa ekor ayam dan peralatan rumah tangga miliknya rusak, hanyut terbawa arus. “Untung TV langsung saya naikkan ke plafon. Sedangkan peralatan rumah tangga lain seperti piring dan lainnya, hancur. Belum lagi beberapa ekor ayam kami juga mati,” ungkapnya.

Lain Amirullah, lain pula yang dialami Wadi’in, pria yang berumur sekitar 45 tahun ini mengaku televisi dan beberapa perabot rumah tangganya luluh-lantak akibat terbawa arus dan terendam. Bahkan padi di sawah miliknya pun terancam gagal panen akibat genangan air. “Bagaimana tidak, padi kami baru mau menguning. Tiba-tiba banjir datang. Saya tak yakin jika kami masih bisa memanen hasil jerih payah kami itu,” ujar Wadi’in mengiba. Terlebih, lanjutnya, hingga kemarin istrinya masih di Kota Bengkulu. Sehingga untuk mengangkut perabot rumah tangga dan menyelamatkannya dari jeratan banjir, hal itu sudah tak memungkinkan lagi. “Air sudah terlanjur merendam rumah kami. Sedangkan istri dan anak-anak saya sedang pergi ke rumah saudara di Kota Bengkulu. Saya tak sempat menyelamatkan barang apa pun. Televisi hingga saat ini pun masih terendam,” ujarnya ketika ditemui sekitar pukul 12.30 WIB kemarin.

Di sisi lain, baik Wadi’in maupun Amirullah mengaku hingga sore kamarin belum ada satu orang pejabat dari Arga Makmur datang melihat kondisi mereka. “Jangankan bantuan, datang dan melihat kondisi kami pun tidak. Ada dari pihak kecamatan yang katanya mau mengecek, tapi ya itu,” ujarnya tanpa melanjutkan pembicaraan.

Diakui keduanya, kondisi ini sangat kontras dengan banjir yang terjadi sekitar 5 bulan lalu. Hanya saja, di satu sisi mereka juga sadar. Sebab saat banjir waktu itu, tak lama lagi musim kampanye pun tiba. Namun berbeda dengan saat ini, ketika Pileg sudah rampung dilakukan. “Walaupun kami tidak memvonis seperti itu, tapi tak dapat dipungkiri. Hal ini benar-benar terjadi. Lihat saja saat banjir kali ini, belum ada satu pun pejabat yang datang, jangankan memberikan bantuan,” tandasnya. (**)

3/15/2009

Capek dan Jenuh, Pilih Jadi Broker


Ketika Profesi Anggota Dewan Tak Lagi Menggiurkan


MENJADI anggota legislatif saat ini diminati banyak orang. Segala macam cara untuk menempuh tujuan itu, bahkan dengan berkonsultasi dengan paranormal sekalipun ada yang melakukannya. Tak hanya itu, banyak juga diantaranya mereka yang sudah pernah merasakan duduk di kursi dewan dengan fasilitas lumayan mewah pada pemilu tahun ini kembali mencalonkan diri.

Dibalik itu semua, ternyata tidak demikian dengan Sukardianto MR. Anggota Komisi I DPRD Bengkulu Utara ini mengaku sudah jenuh jadi anggota dewan. Dengan pertimbangan cost terlalu tinggi dan belum tentu kembali terpilih, kader PDIP ini memilih untuk menekuni bisnis pribadi menjadi broker dan berkecimpung di pasar modal.

Beragam cara memang dilakukan banyak orang untuk menjadi anggota legislatif. Diantara banyak kasus tersebut, saat ini sering kita temukan caleg yang tadinya telah duduk di kursi anggota DPRD kabupaten kemudian tetap mencalon di DPRD kabupaten, ada pula yang tadinya sempat duduk di kabupaten lalu mencalonkan diri di DPRD Proovinsi dan seterusnya. Bahkan ada pula yang baru masuk ke ranah politik dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk pertama kalinya.

Sukardianto adalah sosok salah seorang anggota dewan yang tak kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pada tahun ini. Setelah kurang lebih dia menikmati dan menghabiskan waktunya sebagai wakil rakyat, kali ini dia lebih memilih menekuni bisnis internet yang sering dikenal dengan dunia maya. Ketika anggota dewan yang duduk di DPRD berbondong-bondong mencalonkan diri kembali pada pemilu 2009 ini, langkah kontras ditunjukkannya.

“Capek jadi wakil rakyat. Selain memberikan kesempatan kepada yang lain untuk menjadi pejuang aspirasi rakyat, saya merasa sudah cukup dan ingin mengembangkan potensi usaha bisnis pribadi saja,” ungkap Sukardianto ketika ditemui di kediamannya di seputaran kawasan Karang Anyar.
Dengan menekuni bisnis pribadi dengan cara bertransaksi mata uang, dia mengaku mendapat keuntungan lebih menggiurkan dari pada menjadi anggota legislatif. Bahkan dalam dua minggu te2rakhir, dia mengaku berpenghasilan mencapai Rp 20 juta. “Lagi pula, pekerjaan ini semakin mendekatkan saya dengan keluarga. Waktu luang untuk anak-anak dan istri lebih banyak,” terangnya. Bahkan menurutnya, untuk mendapatkan penghasilan sebesar itu awalnya dia tidak memerlukan banyak modal, sepertihalnya dengan ribuan caleg yang saat ini sedang berjuang menarik simpati para konstituen.

“Tapi bukan pula saya menyinggung banyaknya caleg saat ini. Ini soal pilihan, kita berhak menentukan arah dan hidup masing-masing,” katanya. Dengan modal seperangkat komputer online, bisnis ini bisa dilakukan di rumah bahkan dimana pun dia berada. “Kadang-kadang kalau lagi suntuk di rumah, saya biasa pergi ke luar membawa laptop dengan menggunakan layanan internet semacam telkomsel flash,” ungkapnya.

Lebih jauh dikatakan Sukardianto, investasi pasar modal ini bisa dilakukan di perusahaan penanaman modal dalam ataupun luar negeri. Modal yang dipakai untuk menjadi seorang broker luar dan dalam negeri lumayan jauh perbedaannya. “Untuk broker luar negeri kita mesti punya modal minimal $250. Sedangkan broker dalam negeri minimal harus mempunyai modal Rp 30 juta. Saya mainnya di broker luar, tepatnya di Masterforex yang merupakan broker Rusia lisensi Amerika. Pertimbangannya karena lebih menguntungkan dari broker dalam negeri. Kalau broker dalam negeri, satu kali klik transaksi kita kena potongan $50,” papar Sukardianto.

Untuk dapat ikut dalam bisnis seperti ini, pemilik modal harus melakukan registrasi ke website brooker yang dipilihnya. Setelah registrasi dan memenuhi syarat administrasi pendaftaran, baru bisa disetujui untuk mentransfer dana yang akan dijadikan investasi modal tersebut. Selama delapan bulan menekuni bisnis ini, Sukardianto mengaku sudah mendapat keuntungan yang lumayan besar. Bahkan dua minggu terakhir dia bisa memperoleh keuntungan mencapai Rp 20 juta.

“Memainkan bisnis ini selain siap investasi uang dituntut juga untuk dapat investasi waktu, pikiran dan tenaga yang prima karena kita harus selalu memantau fluktuasi pasar modal dan nilai mata uang. Selain itu juga harus mengerti membaca situasi agar tidak keliru mau sell atau buy,” Sukardianto menjelaskan.

Menurut Sukardianto, pemain modal juga harus siap rugi bahkan kehilangan uangnya dalam bisnis ini. “Kehilangan uang bisa terjadi bila kita mengambil sikap gampangan yang artinya transaksi secara untung-untungan. Sebaiknya untuk berbisnis ini kita mengambil sikap tidak gambling yang artinya dalam setiap akan transaksi harus dianalisa secara tekhnical maupun fundamental. Pandai-pandai membaca situasi dan pantau terus berita perkembangan fluktuasi modal dunia intinya,” tutup Sukardianto.

Anda berminat berbisnis online seperti anggota dewan satu ini?
Bagi peminat yang mungkin berkeinginan berbisnis seperti Sukardianto, anda bisa mempelajarinya melalui sekolah online yang ada di berbagai situs forex di internet. (**)

3/05/2009

Terbengkalai Akibat Minyak Gagal


SETELAH diresmikan langsung oleh Dirjen Perekonomian mewakili Menko Perekonomian Dr Rizal Ramli pada tahun 2007 lalu, informasi yang diterima koran ini pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di Talang Denau hanya beroperasi sekitar 7 bulan. Pabrik yang menghabiskan dana ratusan juta rupiah tersebut sudah dalam 1 tahun terakhir tak lagi beroperasi. Disinyalir, tak beroperasinya pabrik tersebut diakibatkan oleh minyak gagal. Namun ada pula yang mengatakan kalau tak beroperasinya pabrik karena biaya produksi terlalu tinggi.
Simak laporannya;

=RAMA DIANDRI, Arga Makmur=

KEGAGALAN pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di Talang Denau menambah deretan beberapa aset daerah Bengkulu Utara (BU) yang gagal dan terbengkalai. Setelah aset daerah PD Arma Niaga yang berakhir dengan ditetapkannya sang direktur menjadi tersangka (hingga saat ini masih buron, red), kali ini pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di Talang Denau juga tak lagi beroperasi. Mungkinkah nasib pabrik pengolahan minyak kelapa sawit ini nanti juga akan berakhir seperti aset daerah PD Arma Niaga?
Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit tersebut awalnya diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat dalam mendapatkan akan kebutuhan minyak goreng. Lebih jauh, pabrik ini juga bisa menampung lapangan pekerjaan bagi masyarakat di BU. Namun entah sebegitu besar kendalanya, harapan Bupati BU Ir HM Imron Rosyadi MM pada waktu peresmian pabrik beberapa tahun lalu itu tampaknya sulit terwujud.
Faktanya, sudah 1 tahun lebih menurut informasi yang diterima koran ini kemarin pabrik tersebut sudah tak beroperasi lagi. Bahkan ketika dipantau ke lokasi pabrik, beberapa atap pabrik sudah ada yang bocor dan sekitar halaman pabrik tampak rerumputan yang hampir menyerupai semak belukar.
Untungnya, kendati sudah tak beroperasi lagi aset dan peralatan pabrik di dalamnya masih tampak terjaga dari tangan-tangan jail. Bahkan pabrik tersebut masih dijaga oleh petugas yang mengaku bernama Dedi (23). “Sebelumnya saya memang tinggal di sekitar pabrik. Rumah saya di ujung sana,” kata Dedi didampingi adiknya Sodeta (20) sembari menunjuk ke arah simpang tiga tugu motor.
Diungkapkan Dedi, dia dipercaya oleh mantan Kabag Penanaman Modal, Buyung Azhari yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Bapeda untuk menjaga pabrik baru sekitar 1 bulan lalu. Hanya saja, sebelum tinggal di lokasi pabrik, dia memang sering diminta Sekretaris Bapeda tersebut untuk membersihkan halaman pabrik dengan upah uang rokok. “Pabrik ini sudah 1 tahun tak lagi beroperasi. Walaupun saya baru sebulan menjaga pabrik ini, namun karena saya memang tinggal di dekat sini, jadi saya tahu banyak tentang pabrik,” ungkap Dedi tampak apa adanya.
Diceritakannya, awal dari tak beroperasinya pabrik tersebut setelah banyaknya minyak gagal. Maksudnya, banyak minyak yang tak jadi minyak masak. Sehingga dengan terpaksa minyak belum jadi itu harus dibuang. “Bahkan saya lihat banyak yang dibuang di belakang pabrik. Sebab tak ada gunanya juga kalau tak dibuang. Sebab minyak itu tak jadi. Bahkan ada yang kosong,” ungkapnya. Dedi menambahkan, pabrik tersebut hanya beroperasi sekitar 7 bulan. “Itu pun produksinya tak aktif,” tambahnya.
Secara terpisah, terkait permasalahan tersebut Ketua Komisi III DPRD BU, Drs Slamet Riyadi mengharapkan agar aset daerah jangan terkesan diabaikan. Bahkan dia meminta kepada bupati untuk mencari terobosan-terobosan alternatif pembiayaan lain dengan meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Bukan dengan menelantarkan aset yang ada,” tandasnya belum lama ini. Lebih jauh, Slamet juga mengharapkan agar obyek retribusi dapat dikelola dengan baik dan maksimal. Jika obyek pendapatan berkurang, jelas saja hal ini akan berdampak pada PAD yang didapatkan. “Oleh karena itu, saya mengharapkan agar semua pihak dapat bekerja dengan baik sesuai dengan tupoksi dan tugas masing-masing secara bertanggungjawab dan penuh solidaritas,” harapnya.
Slamet menambahkan, jika aset daerah seperti pabrik pengolahan minyak kelapa sawit digarap maksimal, setidaknya hal ini bisa mengurangi dampak krisis global yang cukup dirasakan oleh masyarakat di BU. “Persoalannya, bagaimana menjadikan dana yang tidak terlalu banyak untuk digunakan seefektif dan seefesien mungkin. Hal yang tak kalah penting, pembangunan dan pembenahan SDM juga harus diimbangi dengan program yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat dan kepentingan dunia usaha. Sehingga laju pertumbuhan ekonomi bisa meningkat,” kata Slamet. (**)

3/04/2009

Kerja Musiman, Hand Tractor Masih Kredit

PULUHAN hektar sawah Kemumu sudah hampir setahun ini tak bisa ditanami padi. Beberapa diantara petani mencoba untuk mengalihfungsikan sawah mereka dengan cara menanam jagung. Kondisi ini terjadi setelah pihak Pemkab Bengkulu Utara (BU) melakukan perehaban saluran irigasi Palak Siring yang kemudian mengakibatkan aliran irigasi menjadi kering. Imbas ini bukan saja dialami oleh petani padi. Melainkan juga berdampak pada pembajak sawah musiman yang mengaku mengibaratkan pekerjaan mereka seperti proyek APBD.
Berikut laporannya;

=RAMA DIANDRI, Arga Makmur=

ADALAH Suryanto dan Sugiman, dua pria yang tinggal di Desa Kemumu ketika ditemui koran ini kemarin sore sibuk mengganti ban hand tractor dan bermaksud pulang. Ketika dihampiri dan ditanya RU, keduanya mengaku baru saja menyelesaikan pekerjaan, membajak sawah warga di areal tersebut.
"Kita biasanya bekerja harian. Jarang yang borongan. Sehari kita diberi upah Rp 150 ribu. Sedangkan bahan bakar hand tractor ditanggung kita sendiri," ungkap Suryanto. Dalam sehari, mereka mengaku menghabiskan 7 hingga 10 Liter bensin. Jika dikalkulasikan, kedua pria ini mengaku mendapat upah bersih per orangnya sebesar Rp 50 ribu. "Karena kita juga butuh merokok dan makan Mas. Belum lagi kita harus mengeluarkan biaya jika handtractror macet," katanya. Dengan nominal upah itu, keduanya mengaku bisa menyekolahkan anak dan mencukupi kebutuhan keluarga.
Hanya saja yang menjadi permasalahan, hingga saat ini mereka masih harus melunasi kredit hand tractor kepada kelompok tani dengan nominal Rp 1,5 juta setiap 6 bulannya. "Biaya kredit itu kita sisihkan setiap bulan jika mendapat order. Hand tractor ini kita kredit selama 15 tahun dan dibayar setiap 6 bulan kepada kelompok tani. Kemudian, kelompok tani ini nantinya menyetorkan uang tersebut ke rekening bank milik Dinas Pertanian," terangnya.
Selain dimudahkan oleh bantuan kredit yang diakui sebagai program Dinas Pertanian tersebut, Suryanto merasa pembayaran kredit dengan nominal yang telah ditetapkan itu cukup memberatkan mereka. Sebab selain hanya bekerja musiman, tak semua petani yang memakai jasa mereka. "Tapi mau bagaimana lagi Mas, tak ada pekerjaan lain. Kita mau beli hand tractor lunas belum ada uang. Mumpung ada kesempatan untuk kredit, ya kita manfaatkan untuk mencari penghasilan," ujar Suryanto diamini Sugimin.Menurut Sugimin, harga hand tractor apabila dibayar lunas berkisar antara Rp 15 juta hingga Rp 17 juta.
Dengan penghasilan yang didapatkan dari upah membajak sawah warga, kedua pria ini mengaku tak mampu mengumpulkan uang untuk membeli hand tractror semahal itu. "Boro-boro ngumpul uang Mas, cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja kita sudah merasa senang," kata Sugimin dengan logat Jawa kental.Lalu apa yang mereka kerjakan ketika musim tanam hingga musim panen tiba?
Diakui Sugimin dan Suryanto, sebelum mempunyai handtractor mereka memang sudah kerja serabutan. Jika ada proyek dan membutuhkan buruh, mereka biasanya dihubungi untuk mengerjakan proyek tersebut. Hanya saja, penghasilan sebagai buruh bangunan ini menurutnya tak jauh berbeda dengan pekerjaan mereka sebagai pembajak sawah.
"Jika boleh mengibaratkan, pekerjaan kami ini ibarat proyek. Ketika musim panen usai dan petani mulai akan menanam padi kembali, kami pun kerja sebagai pembajak sawah. Namun jika musim tanam dan musim panen tiba, kami beralih profesi sebagai buruh bangunan. Begitu juga dengan buruh bangunan, biasanya jika APBD sudah ketuk palu baru kami bisa kerja," kelakarnya.
Sebagai masyarakat kecil, kedua warga ini mengharapkan kepada pemerintah untuk tidak tanggung dalam memberikan bantuan kepada rakyat. Artinya, jika memang seperti hand tractor tersebut merupakan bantuan, maka bantulah seutuhnya. Tidak mesti mereka dibebani oleh bayar kredit atau apa pun. "Tapi bukan berarti kami tidak berterimakasih. Jika upaya ini telah meringankan kami, tak menutup kemungkinan juga pemerintah bisa lebih meringankan beban kami lagi," harapnya. (**)

3/03/2009

Mengais Rejeki dari Berkah Pemilu

INI bisa jadi merupakan potret kehidupan masyarakat kita yang masih serba sulit. Di tengah krisis dan anjloknya harga hasil pertanian, masyarakat memilih untuk mencari kerja sampingan dengan memanfaatkan momen yang ada. Begitu juga dengan Pemilu, selain ada masyarakat yang mendapatkan dana praktis atau bantuan seperti jilbab berwarna yang mengidentikkan suatu partai, kemarin puluhan warga Arga Makmur memadati halaman Gudang Logistik KPU BU dan rela ngantre selama berjam-jam untuk mendapatkan giliran menyortir dan melipat surat suara. Simak laporannya;

=RAMA DIANDRI, Arga Makmur=

GUDANG Logistik KPU Bengkulu Utara (BU) sejak pukul 07.00 WIB kemarin pagi ramai dikunjungi warga. Layaknya massa demonstrasi, puluhan warga mulai dari pemuda, remaja putri, ibu-ibu dan kaum bapak memenuhi halaman gudang yang berbatasan langsung dengan salah satu leasing sepeda motor tersebut. Bahkan ketika hari mulai panas dan mereka belum mendapatkan giliran untuk masuk ke dalam gudang dan diberi kesempatan untuk bekerja, puluhan warga tadi pun memilih ngantre di tengah panasnya terik matahari berjam-jam lamanya. Warga asal Desa Sumber Sari, Lia (22) ketika ditemui saat mengantre mengatakan, kedatangannya ke Gudang Logistik KPU memang untuk mencari penghasilan dengan cara melipat dan menyortir surat suara. "Saya datang ke sini bersama dua orang teman. Karena memang, satu tim itu ada tiga orang," jelasnya. Keinginannya untuk bekerja sebagai penyortir surat suara dilakukannya karena kepentingan ekonomi. Sebab bagi Lia, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama ini dia masih bergantung kepada orang tuanya. Sebab dalam dua tahun terakhir, dia mengaku sudah bercerai dengan sang suami. "Ya dari pada nganggur di rumah. Lagi pula saya selama ini tak ada kerja tetap," ungkapnya.Sementara itu, beberapa warga lainnya mengaku sengaja datang ke Gudang Logistik KPU untuk mendapatkan upah dari hasil kerja mereka melipat dan menyortir surat suara. Namun bukan berarti selama ini mereka tidak mempunyai aktivitas, melainkan karena peluang melipat surat suara lebih menjanjikan, mereka pun lebih memilih untuk mengerjakan aktivitas itu kendati memang hanya bersifat sementara. "Selama ini penghasilan kami hanya sebatas Rp 30 ribu per hari. Hasil ini tentu saja lebih rendah dibanding dengan apabila kami bekerja untuk melipat surat suara," jelas Udin (24) yang mengaku sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir ini. Diakuinya apabila mendapatkan kesempatan dari pihak KPU, jika dalam satu hari saja pihaknya dapat menyelesaikan satu kardus surat suara. Artinya dalam satu tim per orangnya akan mendapatkan uang sekitar Rp 62 ribu. "Ini dua kali lipat dari penghasilan saya setiap hari. Selagi ada kesempatan, kenapa tidak untuk mencoba yang lebih menjanjikan. Lagian susah Mas untuk cari pekerjaan yang seharinya mendapatkan penghasilan sebesar itu," ungkapnya.Secara terpisah, Devisi Teknis Penyelenggara KPU BU Julisti Anwar SH ketika dikonfirmasi mengungkapkan, proses penyortiran surat suara sepenuhnya diawasi oleh petugas gudang. Sedangkan dalam menjalankan tugasnya, 1 tim yang terdiri dari 3 orang pekerja harus menyelesaikan tugas yakni menyortir, mengecek kerusakan surat suara, melipat dan melaporkan hasil kerjanya kepada petugas gudang. Sebanyak 500 lembar di dalam satu dus surat suara tersebut kemudian diikat oleh pekerja, dalam satu ikatannya terdiri dari 25 lembar surat suara.Terkait antusias warga yang ingin melipat surat suara tersebut, Julisti pun mengakuinya. Namun menurut anggota KPU ini hal itu cukup dipandang dari segi positifnya saja. "Ya artinya Pemilu juga membawa berkah bagi masyarakat. Walaupun sifatnya sementara, tapi dengan adanya hal ini jelas sudah membuka lowongan pekerjaan dan memberi peluang masyarakat kita untuk mendapatkan penghasilan," jelasnya. (**)

3/02/2009

Dulu Diabaikan, Kini Ibarat Anak Manja

HINGGA kemarin, perkantoran setingkat kecamatan milik Lebong masih terus beroperasi di wilayah perbatasan Bengkulu Utara (BU) - Lebong. Kendati belum lama ini sempat terjadi bentrok, namun kondisi itu tampaknya mulai mendingin setelah kubu BU menarik massanya, sementara kubu Lebong tetap bertahan dengan fasilitas yang telah mereka buat. Bahkan di samping Kantor PPK Padang Bano, terdapat dapur umum yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan massa Lebong. Apa yang menyebabkan sebagian masyarakat di wilayah perbatasan itu berkeinginan untuk bergabung ke Lebong dan bagaimana pula kondisi masyarakat di wilayah konflik itu saat ini?Berikut laporannya;

=RAMA DIANDRI, Giri Mulya-Padang Bano=

TERLEPAS dari kepentingan politik yang sebenarnya mewarnai konflik tapal batas ini, namun sesungguhnya kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan BU-Lebong tak jauh berbeda dengan hari-hari biasa. Namun sedikit yang agak membedakan, kalau sebelumnya belum terdapat perkantoran setingkat kecamatan milik Lebong, saat ini bangunan tersebut sudah ada. Seperti Kantor Camat Padang Bano (walau masih ngontrak, red), Kantor Desa yang jauh lebih bagus dari Kantor Desa Rena Jaya serta Kantor PPK Padang Bano juga telah beroperasi dan sudah menjalankan aktivitas layaknya sebuah kantor yang tak bermasalah.Kades Padang Bano, Bustamil yang mengaku sudah puluhan tahun tinggal di wilayah perbatasan tersebut ketika ditemui di kediamannya mengungkapkan, sebelum ada pemekaran Kabupaten Lebong dari wilayah Rejang Lebong, daerah yang mereka tempati nyaris dan bahkan memang tak ada perhatian dari pemerintah. "Jangankan sumbangan atau bantuan pemerintah, fasilitas umum pun kami tidak bisa merasakannya," ujar Bustamil. Bahkan dia mengaku sudah dua kali menjadi Pjs Kades Rena Jaya (versi BU, red), namun desa tersebut tak kunjung didefenitifkan. "Saat menjabat sebagai Pjs Kades, tak ada satu pun sumbangan dan fasilitas umum dari pemerintah yang bisa kami manfaatkan. Bagaimana mau memanfaatkan kalau fasilitas itu tak ada," tandasnya.Untuk mengurangi beban masyarakat di wilayah perbatasan itulah, lanjut Bustamil, dia dan beberapa tokoh masyarakat lain menggalang dana swadaya. Dana yang terkumpul itu kemudian dibuat sebuah pasar tradisional yang sudah bertahun-tahun dijadikan masyarakat untuk melakukan aktivitas perekonomian. Selain itu, beberapa fasilitas desa seperti Kantor Desa yang dijadikan untuk berkumpul dengan masyarakat bahkan fasilitas agama seperti masjid sekalipun mereka bangun dengan dana swadaya. "Jadi kami tidak bisa menikmati bagaimana surga dunia pada saat itu. Saya terang-terangan saja, terlepas saya sekarang menjadi Kades Padang Bano atau tidak, namun saat itu tak ada bantuan dan fasilitas apapun yang kami terima dari pemerintah," ungkap Bustamil.Kondisi ini kemudian berubah setelah adanya pemekaran kabupaten pada tahun 2003. Awalnya saling klaim wilayah perbatasan itu antara Lebong dan BU masih belum terasa. Namun diakui Bustamil, isu saling klaim tersebut memanas selang beberapa bulan sebelum Pemilu legislatif digelar. Hanya saja, dia mengaku tak bisa memastikan apakah isu ini santer dengan kepentingan politik atau tidak. "Maaf ngomong, kami masyarakat kecil ini kurang begitu paham tentang politik. Namun memang, selama ini walaupun tak diperhatikan biasanya menjelang Pemilu banyak para pejabat yang mendatangi kami untuk meminta dukungan suara," ungkapnya.Setelah pemekaran kabupaten rampung, perlahan kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan ini mulai membaik. Bahkan Pemkab BU yang tadinya masih menjadikan Rena Jaya sebagai desa persiapan kemudian langsung mendefenitifkan desa tersebut. Tak terkecuali bagi Lebong, menjelang Pemilu legislatif beberapa bulan lalu, Lebong kemudian memekarkan Padang Bano yang tadinya masih termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lebong Atas menjadi Kecamatan Padang Bano. "Tak berapa lama setelah itu, isu konflik tapal batas kemudian kembali menghangat. Puncaknya, ketika Lebong mendirikan Kantor Camat, PPK dan Kantor Desa di wilayah yang diakui BU sebagai bagian dari Kecamatan Giri Mulya," jelasnya. Lalu apa imbas yang dirasakan masyarakat setelah itu?Diakui Bustamil, selaku tokoh masyarakat di wilayah perbatasan tersebut dia juga mengkhawatirkan akan terjadi pertumpahan darah jika konflik tersebut tak segera diselesaikan. Namun siapa sangka, ternyata saling klaim antara BU dan Lebong terkait wilayah tersebut juga berimbas positif bagi masyarakat. Soalnya, kalau sebelumnya warga tak mendapatkan bantuan atau fasilitas umum, namun dengan kondisi sekarang masyarakat mendapatkan hal itu dari dua kabupaten sekaligus. "Raskin kami dapatkan double. Bahkan selain ada Kantor Desa Rena Jaya, ada pula perkantoran Padang Bano. Belum lagi kalau misalnya ada bantuan bibit dan lain sebagainya," terang Bustamil. Diakui Bustamil, kondisi sebenarnya masyarakat saat ini bingung. Bahkan perpecahan dan hidup berkotak-kotak saat ini sudah mulai terasa. Soalnya, tak semua masyarakat menginginkan gabung ke wilayah Lebong dan begitu juga sebaliknya. "Tapi saya menilai ini sesuatu yang lumrah. Anak saja bisa berbeda pendapat dengan kedua orang tuanya," tandas Bustamil. (**)

1/30/2009

Kubu Lurah Bersorak, Sidang Seperti Arisan

INI bisa jadi merupakan potret masyarakat kita di Bengkulu. Kalau dipikir logis, sebenarnya masalah antara Lurah Surabaya, Fatmawati S.Sos dan Ketua Legiun Veteran, Asfar Gulam hanya berawal dari masalah sepele. Namun diduga ada permasalahan lain sebelumnya, masalah ini menjadi besar dan berlanjut ke meja hijau.
Bagaimana kronologis kejadian sebenarnya dan bagaimana pula proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu kemarin?

=RAMA DIANDRI, Kota Bengkulu=

SEKITAR pukul 13.30 WIB kemarin, sidang dugaan perbuatan tidak menyenangkan dengan terdakwa Ketua Legiun Veteran Asfar Gulam kembali digelar di ruang sidang Cakra PN Bengkulu. Pada persidangan kemarin, Asfar Gulam menghadirkan 6 orang saksi meringankan yang kesemuanya merupakan warga RT 8 Kelurahan Surabaya, tempat terdakwa tinggal. Keenam saksi itu yakni Farida (50), Adilijati (50), Rodiah (40), Nuraini (43), Darini (42) dan Sugiarti (40). Keenam saksi ini diperiksa di depan Majelis Hakim PN Bengkulu diketauai Susanto SH dengan anggota Wuryanta SH dan Mas'ud SH secara bersamaan.
Awalnya, keenam saksi menjawab satu per satu pertanyaan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan kuasa hukum terdakwa Asfar Gulam. Keenam ibu-ibu ini juga tampak tegang ketika menjelaskan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Namun seiring berjalannnya waktu, persidangan kemarin tampak seperti temu arisan ibu-ibu. Bahkan proses persidangan juga diwarnai dengan sorakan kubu pendukung Lurah Surabaya, Fatmawati S.Sos dan sang lurah sendiri.
Perseteruan antara Asfar Gulam dan Fatmawati di ruang sidang pun tampak jelas. Kendati Asfar Gulam pada persidangan sebelumnya sudah meminta maaf, namun di ruang sidang kemarin perseteruan itu ditampakkan dengan aksi pengelompokan. Maksudnya, kubu Fatmawati dan sang lurah sendiri tampak berkelompok duduk di sebelah kanan majelis hakim atau sejajar dengan JPU. Sedangkan pendukung Asfar Gulam yang terdiri dari anggota keluarga serta para veteran duduk di sebelah kiri majelis atau sejajar dengan terdakwa dan kuasa hukumnya. Di sisi lain, Asfar Gulam tampak tenang dengan kondisi itu, duduk di samping kuasa hukumnya di sebelah kir
Bagaimana kronologis kejadian menurut keenam saksi?
Keenam saksi menilai Asfar Gulam di lingkungan tetangganya dikenal baik. Selain bertindak sebagai imam masjid, Asfar Gulam juga merupakan sesepuh RT yang disegani warga lainnya. Bahkan ketika rekening listrik masjid sempat menunggak, Asfar Gulam lah yang membayarnya.
Kronologis kejadian dugaan perbuatan tidak menyenangkan itu sendiri menurut keenam saksi bermula ketika pihaknya menggelar acara Keluarga Sakinah di masjid RT setempat. Namun pada saat masuk pada segmen dialog, ketika nara sumber dari Kanwil Depag menjawab pertanyaan salah seorang warga, pembicaraan itu pun dipotong oleh Lurah Surabaya, Fatmawati S.Sos. Mendadak kemudian para peserta lain langsung berisik dan suasana menjadi ramai. Atas kondisi itulah kemudian Asfar Gulam mencoba menenangkan dengan berbicara agak kencang dan mengatakan, "Silakan tenang. Jangan berisik," kira-kira kata Asfar Gulam. Diduga karena salah paham, mendengar suara Asfar Gulam yang agak keras itu Fatmawati langsung tersinggung dan keluar dari masjid. Atas perlakuan Asfar Gulam itulah, Fatmawati kemudian melapor ke Polsek Teluk Segara hingga kasus ini kemudian bergulir ke PN Bengkulu. (**)

1/13/2009

Satpol PP Temukan Pasangan Mesum di Hotel

Penerapan Perda No 3 Tahun 2008

SETELAH beberapa kali menggelar razia penertiban, dari pukul 22.00 WIB hingga 00.30 WIB dini hari kemarin Satpol PP Kota Bengkulu kembali menggelar razia yang juga merupakan bentuk penerapan Perda No 3 Tahun 2008. Apa saja yang menjadi bidikan Satpol PP dan bagaimana razia tersebut berlangsung?
Berikut laporannya;

=RAMA DIANDRI, Kota Bengkulu=

BERBEDA dari razia-razia sebelumnya, puluhan anggota Satpol PP berpakaian lengkap dikomandoi langsung Kakan Satpol PP Kota Bengkulu, Khairul Saleh SH kemarin malam juga mengincar dan melakukan razia di beberapa rumah kos dalam Kota Bengkulu. Ada dugaan, sebagian rumah kos yang ada di dalam kota merupakan ajang transaksi dan praktik mesum para wanita yang diduga PSK bersama lelaki hidung belang.
Pantauan BE, razia kemarin malam dimulai dari Wisma Sederhana Jalan Jati. Kendati tak mendapatkan satu orang pun warga yang tak mengantongi KTP, usai melakukan razia di tempat ini anggota Satpol PP kembali melanjutkan operasinya ke Hotel Bougenvile Sawah Lebar. Setelah itu, barulah puluhan anggota Satpol PP ini langsung bergerak menuju rumah kos di sekitar Sawah Lebar.
Menariknya, ketika dilakukan razia di tempat kos di kawasan Sawah Lebar, salah seorang ibu rumah tangga yang mengaku berprofesi sebagai pedagang harus ikut dan naik ke dalam truk Satpol PP karena tak mengantongi KTP. Padahal, ibu ini tampak sangat kelelahan dan mengaku sudah tidur dua jam sebelum puluhan anggota Satpol PP tersebut. "Karena tak ada KTP, ibu terpaksa kami angkut dan urusannya akan diselesaikan di kantor," tegas salah seorang anggota. Usai menggelar razia di kawasan Sawah Lebar, razia kemudian dilanjutkan ke Hotel Very, tak begitu jauh dari kos-kosan tadi. Di hotel ini, pihak Satpol PP tak berhasil mengamankan satu orang warga pun yang tak mengantongi KTP. Selanjutnya, razia langsung dilanjutkan ke kawasan Tanah Patah.
Di kawasan Tanah Patah, tujuan pertama Satpol PP kembali melakukan operasinya di kos-kosan. Di salah satu kos-kosan tak jauh dari belakang PT Astra International, Satpol PP mengamankan salah seorang pemuda yang mengaku keamanan kos-kosan. Namun karena tak mengantongi KTP, lagi-lagi pemuda ini terpaksa diangkut. Di tempat ini pula, Satpol PP menemukan salah seorang pria yang diduga sedang mabuk alkohol dan tertidur di salah satu kos-kosan teman wanitanya. "Dia itu teman saya pak. Tadi dia baru pulang dari cafe dan mabuk. Dia numpang istirahat di kamar saya," kata sang wanita. Karena pria tersebut memiliki KTP, anggota Satpol pun memutuskan untuk tidak mengangkut wanita dan pria bukan muhrim tersebut ke truk dan diproses.
Menariknya lagi, di Hotel Lintas Alam, petugas menemukan pasangan muda bukan muhrim diduga sedang melakukan hubungan layaknya suami istri. Saat pintu kamar hotel dibuka paksa, petugas menemukan sang wanita sedang tertelungkup berselimut dan hanya mengenakan celana dalam saja. Setelah cewek yang berumur sekitar 17 tahun tersebut memakai kembali bajunya, pasangan bukan muhrim itu pun langsung diangkut ke truk untuk diproses lebih lanjut.
Selain menggelar razia di beberapa tempat kos dan hotel, petugas Satpol PP kemarin malam juga menggelar razia di beberapa tempat hiburan malam kawasan Pantai Panjang. Beberapa warga yang sedang menikmati dentuman bas dan merdunya suara pelantun musik ketika razia dilakukan pun merasa sedikit terganggu. Bahkan beberapa diantaranya sempat kabur ke semak-semak belakang diskotik. Di kawasan Pantai Panjang ini, petugas Satpol PP juga mengamankan beberapa penyanyi diskotik yang tak mengantongi KTP. (**)

12/12/2008

Kondisi Bayi Tanpa Anus Asal Seluma

Lewati Masa Kritis, Belum Disentuh Dermawan

HINGGA Jum'at (12/12) kemarin, bayi tanpa anus asal Desa Tenangan Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma, masih terbaring di box bayi Ruang Melati RSUD M Yunus Bengkulu. Bagaimana kondisi bayi yang telah diberi nama Daroeni Ali tersebut? Berikut laporannya;

=RAMA DIANDRI, Kota Bengkulu=

KEDUA tangan dan kaki serta kepala bayi pasangan suami istri, Solihin (40) dan Khotimah (35) ini tampak membiru. Ini setelah lubang-lubang infus dan jarum transfusi darah ditancapkan ke beberapa bagian tubuh mungilnya itu saat sang bayi masih dalam kondisi kritis, usai dioperasi belum lama ini. Sementara itu, tanpa ada keluhan dari raut wajahnya, bayi ini tampak tenang dan seolah menikmati cairan infus yang terus mengalir ke tubuhnya. "Alhamdulillah.., kondisinya sudah membaik. Kata dokter dia sudah melewati masa kritis. Sudah tidak rewel lagi. Pendarahan pun kini sudah tak terjadi lagi," kata sang ayah, Solihin membuka pembicaraan.
Diungkapkan Solihin, sejak Kamis sore (11/12), kondisi anaknya itu berangsur-angsur pulih. Saat masih dalam kondisi kritis dan tak sadarkan diri, Solihin mengaku iba dan sangat sedih. "Apalagi sebelum dilakukan operasi, perutnya membengkak dan dia tak henti-hentinya menggeliat. Sementara keringat terus keluar dari tubuh anak saya ini," katanya.
Usai dioperasi, sembari terus mencari uang untuk biaya operasi anaknya itu, Solihin terus memantau kondisi anaknya. Apalagi, pendarahan dari lubang anus sang bayi terus terjadi. "Bahkan Pampers yang baru saja diletakkan saja langsung basah oleh darah segar. Saya sempat panik dan hanya bisa berpasrah diri pada Sang Khalik," katanya. Terlebih ketika jarum infus dan untuk mengalirkan transfusi darah ke tubuh anaknya itu sulit dimasukkan. "Karena urat bayi ini kan masih kecil. Jadi tampaknya tim medis agak kesusahan. Sampai akhirnya tangan dan kaki serta bagian kepala anak saya ini tampak membiru. Namun kata dokter, itu tidak berbahaya," kata sembari menunjuk ke arah bagian tubuh anaknya yang membiru.
Bagaimana dengan biaya?
Diakui Solihin, hingga kemarin belum ada dermawan yang mendatanginya untuk memberikan bantuan biaya. Sedangkan biaya yang akan digunakan hingga sang anak pulih diyakini cukup besar untuk ukuran keluarganya. "Saya sudah tanya-tanya kepada bagian administrasi. Tapi pihak rumah sakit belum bisa menotalkannya. Sebagai gambaran, biaya operasi saja mencapai Rp 3 juta. Belum lagi biaya penginapan, obat-obatan serta resep dokter yang selalu harus saya tebus ke apotek," kata Solihin. Namun demikian, Solihin tidak membantah sedikitnya telah ada bantuan dari beberapa kerabat dan kenalannya, walaupun bantuan itu jauh dari cukup.
Bahkan untuk biaya menebus resep dokter, Solihin juga mengaku telah menjual lahan miliknya di Kecamatan Air Periukan, Seluma. "Ya, yang namanya lahan memang tidak luas. Jadi hasil penjualan itu hanya bisa untuk menebus resep dokter ke apotek serta biaya kami selama berada di rumah sakit. Itu saja sudah habis," kata pria ini.
Di sisi lain, Solihin sangat berharap ada dermawan yang berniat untuk membantunya. Apalagi kondisi sang anak sudah agak pulih dan mereka baru bisa pulang setelah biaya pengobatan dan penginapan dilakukan pembayaran.
Adakah dermawan yang tergerak hatinya untuk membantu keluarga miskin ini?
Yang jelas, memang tugas kita sebagai umat yang beragama memberikan sedekah yang ikhlas kepada saudara saudara kita yang kurang mampu. Karena sebagian dari harta kita itu bukan semata hanya milik kita, melainkan juga milik saudara-saudara kita yang kurang beruntung. (**)