1/15/2009

"MUSUH"

AKU pernah baca di salah satu buku. Lupa aku judulnya apa, namun dari petikan kalimatnya aku ingat dengan kata-kata "Jadikanlah rekan kerjamu ibarat Musuh! Jika dia lengah, seranglah dengan strategi kemenangan,"
Walaupun sang penulis buku aku yakin lebih cerdas, tapi ketika membaca kata-kata itu ada sesuatu yang menjadi ganjalan dalam hati. Secara gamblang aku menilai, sang penulis merupakan tipe orang ambisius (Mungkin). Tapi ketika hal itu aku pikir dan ku analisa matang-matang, tak selamanya kata itu akan menghantarkan kita menjadi sukses.
Bukankah kesuksesan dapat kita raih dari hasil kerja dan kualitas kita? bukan dengan memusuhi orang toh? atau dengan selalu menyerang ketika lawan lengah menjadi senjata pamungkas? tentu tidak kan?!
Analisa dan kata hatiku sebenarnya berkata, tak ada sesuatu lain yang bisa menyejukan hati ketika kita bisa bertindak bijak dalam kondisi apa pun. Berlaku bijak dan bersikap logis pada siapa pun lawan bicara kita merupakan sesuatu yang paling jitu dalam menjalankan misi. Dengan bijak, maka muncul ketenangan batin. Dengan ketenangan batin, tentu saja kita bisa menyelesaikan tugas dan kewajiban dengan ikhlas. Apabila ikhlas itu sudah ada, tugas dan kewajiban kita tentu akan terselesaikan dengan baik. Jika tugas dan kewjiban sudah terselesaikan dengan baik, itu artinya kita sukses. Gimana menurut saudara-saudara? hmm...
Sekarang bandingkan, jika kita memanfaatkan kelemahan orang lain untuk kemenangan pribadi. Saya yakin, langkah ini akan mengakibatkan kegalauan hati. Kita merasa terus diserang (karena terbiasa menyerang). Padahal sesungguhnya orang di sekitar kita biasa saja. Lalu, apakah tugas dan kewajiban bisa terselesaikan dengan baik jika hati kita dalam keadaan galau? Lalu, dimana letak definisi sukses ketika kita menganut paham ini?
Perlu digaris bawahi, kita hidup hanya sesaat. Kesuksesan tidak hanya sebatas dengan pengertian duniawi. Dengan berbuat baik dan berlaku bijak kepada orang-orang di sekitar kita, itu artinya kita juga telah menanamkan benih kebaikan yang akan kita petik buah kesuksesannya pada saat di akhirat nanti (Bukan begitu, pak haji? hehe..)
Bukan berarti dengan saya menulis seperti ini saya men-justifikasi kalau saya sudah menjadi orang bijak. Namun setidaknya, menjadi orang bijak merupakan buah dari proses pembelajaran yang tak pernah berhenti secara ikhlas untuk mendapat ridho Allah SWT. Itulah tujuan hakiki yang sebenarnya menjadi tujuan hidup setiap orang.
Dengan mencoba untuk bijak berarti kita juga telah mencoba untuk menjadi mentari yang menerangi, seperti bintang yang menghiasi gelap malam, laksana siraman air hujan saat kemarau datang. Indah kan? Sejuk, pemberi lentera hidup dan menyinari hati yang suram.
Mari kita galang kebersamaan untuk kepentingan bersama. Bukan dengan merasa sudah benar sendiri dan kitalah pemenang dan paling baik diantara semua. Bukankah semua orang punya kelebihan dan kekurangan? Dengan menyadari kelemahan dan mengakui keunggulan teman, berarti kita sudah berproses untuk menjadi orang bijak. (rew)

Tidak ada komentar: