12/10/2008

Pelaku Rp 3 M Proyek PBA Mestinya, Jadi Tersangka!

PELAKU pencairan dana Rp 3 M (sudah dikembalikan Rp 2,36 M) proyek Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Dinas PU Provinsi Bengkulu hingga kini belum tersentuh hukum. Kendati sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan mendudukkan 6 tersangka dalam dugaan korupsi pada kasus tersebut, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dinilai belum berhasil menjerat pelaku pencairan dan pengembalian dana tersebut. Hal ini disampaikan kuasa hukum Nurmalia SSos, Humisar Tambunan SH usai pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu kemarin. Bahkan ironisnya, menurut Humisar pelaku pencairan dan pengembalian Rp 3 M tersebut tidak disebutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan. "Semestinya pelaku pencairan dan pengembalian dana Rp 3 M itu harus dijadikan tersangka. Ironisnya yang terjadi, jangankan didudukkan sebagai tersangka, disebut dalam dakwaan saja tidak," tegasnya.
Dalam eksepsi yang dibacakan di depan Majelis Hakim PN Bengkulu yang diketuai Susanto SH dengan anggota Wuryanta SH dan Mas'ud SH kemarin, Humisar menilai surat dakwaan JPU kabur. Hal ini dapat dilihat dari surat dakwaan yang tidak menyebutkan identitas lengkap nama orang yang dibuat di dalam surat dakwaan. Akan tetapi pada kenyataannya, ada pencairan dana yang bukan diperuntukkan untuk urusan proyek dengan total senilai Rp 3,65 M. Akan tetapi, JPU tidak menyebutkan siapa sebenarnya identitas orang tersebut. "Oleh karena itu, kami menilai surat dakwaan JPU mengindikasikan perkara sejatinya belum layak untuk disidangkan di PN ini. Dalam hal oknum orang lain yang disebutkan JPU pada pencairan dana Rp 3,65 M tersebut, semestinya harus jelas. Sebab hal ini akan berkaitan dengan tindakan oknum tersebut dalam hal pengembalian uang senilai Rp 2,36 seperti yang telah kita ketahui. Bahkan apabila uang tersebut telah diterima oknum orang lain yang tidak berhak, maka orang tersebut secara hukum haruslah dapat ditetapkan sebagai tersangka dan berkewajiban untuk mengembalikan kerugian negara itu, " tandasnya. Masih menurut Humisar, kerugian negara yang ditetapkan JPU sangatlah rancu. Sebab pencairan dana Rp 3,65 M yang dicairkan merupakan kerugian negara yang nyata. Namun ironisnya, JPU tidak menghitung hal itu sebagai kerugian negara.
Pada pembacaan eksepsi kliennya Sofyan Ilyas dan Yean Calvin, Humisar juga menyatakan hal yang hampir sama. Menurutnya, kedua kliennya itu tidaklah patut dijadikan tersangka dalam kasus ini.

Jaksa Keliru
Di sisi lain, pada persidangan di PN Bengkulu kemarin, Kadis PU Provinsi Bengkulu Ir Zulkarnain Mu'in MM melalui kuasa hukumnya Sapuandani SH MH juga menyampaikan eksepsi terhadap surat dakwaan JPU. Menurut Sapuandani, tindakan JPU menetapkan kliennya sebagai tersangka dalam kasus ini merupakan sesuatu kekeliruan. Soalnya, selaku Kadis PU Provinsi dalam hal proyek PBA, Zulkarnain Mu'in telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur dan mekanisme sesuai dengan aturan.
Adapun tindakan Zulkarnain Mu'in yang menandatangani kwitansi pengeluaran dalam hal urusan proyek, merupakan wewenangnya sebagai KPA dalam proyek PBA. Lagi pula menurut Sapuandani, hal itu didukung oleh hasil pemeriksaan lapangan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). "Sesuai bukti-bukti yang ada, pembayaran telah terpenuhi semua. Sehingaa secara legal dana yang dikeluarkan untuk proyek PBA telah sah diterima pelaksana proyek," katanya. Sedangkan tindakan bendahara (maksudnya Nurmalia, red) diluar wewenang dan tanggung jawab Kadis PU. Karena jelas, pembayaran dilakukan langsung kepada pelaksana proyek. Namun bendahara secara sendiri telah berinisiatif untuk mencairkan dana tersebut dengan menggunakan cek.

Salah Sasaran
Usai eksepsi Zulkarnain Mu'in dibacakan, giliran kuasa hukum Drs Syarifuddin, Edy Purba SH, Ahmad Sahrul SH dan Dirmawan Sirait SH membacakan eksepsi kliennya. Dalam eksepsi (keberatan) tersebut, tim kuasa hukum ini menilai surat dakwaan JPU dianggap tidak valid. Indikasinya, JPU tidak menguraikan secara cermat bagaimana suatu tindak pidana yang dilakukan klien mereka. Pihaknya menganggap, tindakan tersebut mengakibatkan klien mereka menjadi tumbal ketidakcermatan tersebut. Pihaknya juga berpendapat, surat dakwaan JPU salah sasaran atau error in persona.
Sementara itu, masih menurut kuasa hukum Drs Syarifuddin ini, sumber data yang digunakan JPU pada surat dakwaan sumbernya patutlah diragukan. Hal ini disebabkan karena JPU hanya berpedoman pada proses tenderisasi atau proses lelang yang melanggar ketentuan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Selain itu, penerapan Pasal 55 (1) ke-1 KUHP terhadap klien mereka dianggap
keliru. Hal ini disebabkan karena dalam dakwaan JPU tidak menguraikan secara lengkap apa yang telah dilakukan kliennya.
Senada dengan Drs Syarifuddin, Cici Ahwanto melalui kedua kuasa hukumnya, Edi Purba SH dan Dirmawan Sirait SH juga menyatakan tindakan JPU dalam hal menetapkan Cici Ahwanto sebagai terdakwa dalam kasus proyek PBA ini merupakan tindakan yang naif dan perlu dipertanyakan. Sebab validitas data dan sumber surat dakwaan mereka anggap tidak jelas dan diragukan.

Batal Demi Hukum
Menariknya, pada 5 eksepsi terdakwa yang dibacakan oleh kuasa hukum masing-masing kemarin, keenam terdakwa dalam 5 berkas terpisah tersebut menyatakan surat dakwaan JPU dinilai haruslah dibatalkan demi hukum. Keenam terdakwa dalam 5 eksepsi tersebut menyatakan alasan-alasan yang berbeda. Namun yang harus dicermati, keenam terdakwa melalui kuasa hukumnya menganggap JPU terlalu dini melimpahkan berkas kasus PBA ke PN Bengkulu. Sehingga surat dakwaan tersebut haruslah dinyatakan batal demi hukum dan keenam terdakwa harus dibebaskan dari status tahanan kota.
Usai pembacaan eksepsi keenam terdakwa kemarin, Majelis Hakim PN Bengkulu kemudian menunda persidangan dan akan dilanjutkan, Senin (15/12) mendatang, dengan agenda mendengarkan jawaban eksepsi dari JPU. (rew)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

peran jaksa sebagai penyidik kasus korupsi sekarang ini memang menjadi sorotan publik, akan tetapi pernahkan masyarakat memberikan pujian atas kinerja jaksa yang telah mendakwa dan memeberikan tuntuttan kepada setiap pelaku tindak pidana korupsi?? saya rasa tidak pernah sekalipun terdengar kata pujian yang diuberikan kepada jaksa atas prestasinya akan tetapi masyarakat hanya bisa memberikan komentar, sindiran dan kecurigaan kepada salah satu aparat hukum yang satu ini...masyarakat seharusnya menilai objektif atas kinerja jaksa..berilah ia kehormatan dan pujian atas prestasinya.... atas kasus tersebut di atas mari kita ikuti perkembangan kasusnya, ok

to be king mengatakan...

Membaca komentar saudara, saya jadi ingat ungkapan Kajati Bengkulu, Patuan Siahaan SH beberapa waktu lalu.
Saat itu, dia mengatakan,sebagai penegak hukum, mereka memang digaji untuk menjadi sasaran tembak.
Menurut saya, jika memang perlu dikritisi, bukan sesuatu yang salah apabila publik selaku masyarakat umum berpraduga. Positifnya, hal ini akan semakin meningkatkan kinerja pihak kejaksaan untuk memberantas kasus-kasus korupsi di daerah. Namun tak logis juga, apabila kesuksesan pihak kejaksaan tidak diapresiasi.
Singkatnya, apabila A maka katakan A. Namun jika B yang terjadi, sepahit apa pun hal itu harus diungkap!